Tradisi Mesuryak bagi warga Banjar Adat Bongan Desa Bongan, Kecamatan/Kabupaten Tabanan Bali merupakan tradisi yang harus dilakukan. Karena warga atau krama banjar adat saling berebut uang di tiap pintu masuk rumah warga.
Uang itu merupakan sesari atau salah satu sarana upacara yang sebelumnya dipakai saat persembahyangan di sanggah gede atau pura keluarga.
Mereka yang berebut uang dari anak-anak hingga dewasa. Nilai uangnya beragam dari nominal Rp 2 ribu sampai Rp 100 ribu. Tidak sedikit di antara mereka terjatuh, masuk selokan, hingga terputus sandalnya untuk melakukan tradisi ini.
“Ini tradisi yang sudah ada secara turun-temurun. Kapan tradisi ini dimulai tidak diketahui. Kami sifatnya hanya meneruskan tradisi ini setiap Kuningan,” jelas Kelian Adat Banjar Bongan Gede, Komang Suparman.
Ia menjelaskan, Mesuryak berasal dari kata suryak yang berarti bersorak-sorai. Hal ini bertujuan untuk mengantarkan para leluhur ke sunia loka atau alam gaib.
“Kami yakini para leluhur kembali ke rumah dan ikut merayakan Galungan dan Kuningan. Hari ini kami antar para leluhur kami ke sunia loka dengan suka cita,” sebutnya.
Ia menambahkan, Mesuryak diawali dengan persembahyang di masing-masing sanggah gede atau pura keluarga. Upacara ini kemudian berlanjut di pintu masuk utama masing-masing keluarga.
“Terakhir sebagai bentuk sukacita dilakukan dengan membagikan punia (sedekah) dalam bentuk sesari berupa uang,” imbuhnya.
Untuk besaran uang yang diperebutkan dalam Mesuryak tidak ada batasannya. “Sukarela. Nominal tidak ada batasan,” pungkasnya.
Sebetulnya, sesari tidak hanya uang saja, tetapi jajan dan buah-buahan. “Tapi lebih banyak yang mengejar sesari berupa uang,” katanya.
Di masa lalu, uang sesari yang dipakai adalah uang kepeng atau uang bolong. Peserta Mesuryak juga hanya sebatas keluarga yang melakukan upacara.
“Tapi sekarang semua warga boleh ikut. Semua warga banjar merupakan keluarga,” pungkasnya.