Penyidikan dua kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penganiayaan dihentikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar). Restorative justice adalah mekanisme yang digunakan untuk menyelesaikan dua kasus tersebut.
“Perkara perlindungan anak dan penganiayaan ini merupakan perkara yang sederhana,” tutur Kepala Kejati Kalbar Masyhudi di Pontianak dikutip dari kalbar.inews.id, Rabu (22/6/2022).
Masyhudi menuturkan, dua kasus itu ditangani di Kejari Landak dan Kejari Sanggau. Sesuai petunjuk dirinya, jaksa yang menangani kasus tersebut menyelesaikan perkara dengan penegakan hukum menggunakan hati nurani.
“Tentunya dilihat tujuan hukum itu sendiri dari asas kemanfaatan, keadilan yang menyentuh masyarakat, sehingga tidak menimbulkan stigma negatif,” ungkapnya.
Kasus pertama adalah KDRT yang dilakukan MA alias WR terhadap anak kandungnya yang berusia 4 tahun di Landak pada 15 Januari 2022.
MA ditetapkan sebagai tersangka karena menganiaya anaknya lantaran kesal sang anak sering buang air besar (BAB) sembarangan.
Kasus kedua adalah penganiayaan yang dilakukan EPP karena menginjak-nginjak korban inisial SC hingga mengalami luka memar di punggung pada 9 Oktober 2021 di Sanggau.
EPP ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Masyhudi mengatakan, hingga Juni 2022, Kejati Kalbar beserta jajaran kejari di bawahnya telah menyelesaikan 18 perkara dengan mekanisme restorative justice.
“Kami akan terus mengupayakan perkara-perkara yang memenuhi syarat agar dapat diselesaikan secara restorative justice untuk ke depannya,” katanya.